Kampanye Damai, Konvoi Dilarang
Selasa, 12-Agustus-2008
SERANG - Deklarasi kampanye damai parpol peserta Pemilu 2004 yang digagas KPU Banten terus dimatangkan.
Senin (11/8), Pokja Kampanye mengundang Polda Banten dan Pemprov Banten untuk membahas berbagai persiapan teknis. Ketua Pokja Kampanye Nasrullah mengatakan, rapat menyepakati bahwa deklarasi kampanye damai akan dilaksanakan di Pendopo Pemprov Banten, Kamis (14/8) mendatang.
“Peserta deklarasi damai akan membacakan ikrar kampanye damai, santun, dan anti kekerasan,” ujar Nasrullah, usai rapat. Kata Nasrullah, peserta deklarasi damai dibatasi. Masing-masing parpol mengirimkan peserta 10 orang.
“Dari sepuluh orang itu harus ada pengurus inti (ketua, sekretaris, dan bendahara-red),” ujarnya. Peserta deklarasi damai sengaja dibatasi, karena halaman Pendopo dikhawatirkan tidak akan bisa menampung massa bila masing-masing parpol dibebaskan membawa pendukung. “Semua parpol peserta deklarasi damai harus membawa bendera parpol yang akan digunakan untuk dipasang di tiang bendera di pendopo,” tandas Nasrullah.
Aktivis pemuda ini menambahkan, baik sebelum dan sesudah deklarasi damai, massa parpol tidak boleh melakukan konvoi di jalan raya. “Sebaiknya langsung pulang,” ujarnya. Dir Intelkam Polda Banten AKBP Sholeh Hidayat yang hadir dalam rapat mengatakan, meski jumlah massa dibatasi namun pengamanan tetap dilaksanakan. “Namun dalam batas kewajaran,” ujarnya.
Kampanye parpol dan anggota legislatif untuk Pemilu Legislatif 2009 akan berlangsung hingga bulan April 2009. Terkait hal ini, Wakil Ketua DPD Partai Hanura Provinsi Banten Nandang Wira Kusumah mengungkapkan, pihaknya siap mengikuti kesepakatan yang akan diambil bersama parpol lain beserta KPU dan pemerintah, terkait mekanisme selama masa kampanye.
“Kami sepakat dengan tema kampanye damai ini. Partai Hanura siap melaksanakan jika kesepakatan bersama itu disetujui seluruh parpol perserta Pemilu,” ungkap Wira yang juga Ketua Gema Hanura Provinsi Banten ini. (alt)
Senin, 18 Agustus 2008
Rabu, 13 Agustus 2008
Caleg Muda Lintas Parpol Gagas Aliansi
News / Rubrik / Pilkada
Rabu, 13-Agustus-2008
SERANG – Kalangan muda yang maju sebagai calon anggota legislatif (caleg) dari sejumlah partai politik (parpol) mengupayakan penggalangan aliansi caleg muda sebelum Pemilu 2009 dimulai.
“Komunikasi intens sudah dilakukan dengan beberapa caleg muda dari sejumlah parpol. Dan tampaknya direspon positif,” ungkap Nandang Wira Kusumah, Wakil Ketua DPD Hanura Provinsi Banten yang akan maju sebagai caleg provinsi dari Kabupaten Pandeglang ini, Selasa (12/8).
Aliansi ini, kata Wira, untuk membangun komitmen yang kuat antar-caleg muda untuk benar-benar melaksanakan amanat rakyat. “Dalam proses Pemilu nanti juga ingin kita bangun komitmen agar caleg muda muncul dan diberi kesempatan memperjuangkan aspirasi rakyat di legislatif. Beberapa caleg muda dari parpol lain sudah dikomunikasikan,” tandas Wira.
Terpisah, Muhammad Iqbal, yang disebut-sebut akan dicalonkan sebagai anggota legislatif dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Cilegon, merespon positif ide tersebut. “Ini ide positif, meski secara teknis harus dibicarakan secara serius, mengingat latar belakang parpol yang berbeda.
Namun prinsipnya, komitmen yang hendak dibangun adalah berbasis pada komitmen kerakyatan dan kepentingan umat. Dan bagaimana komitmen ini tetap dipegang kuat setelah nanti jadi anggota legislatif,” tandas Iqbal yang dihubungi kemarin. (esl)
Sumber : Radar Banten
Selasa, 12 Agustus 2008
Merdeka 100%
Jumat, 08 Agustus 2008
Ayo Bergerak
GEMA HANURA
Jakarta, Media Center - Ketua Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) H. Wiranto mengatakan, pemerintah seharusnya mencari solusi, bukan mencari kambing hitam dengan mencari kesalahan pada orang lain. "Yang terpenting adalah mencari akar masalah mengapa bisa terjadi demo?," kata Wiranto, Rabu (14/5). Pernyataan Wiranto tersebut menanggapi penyataan Kepala Badan Intelejen Nasional Syamsir Siregar yang menuding sejumlah unjuk rasa menolak rencana kenaikan BBM belakangan ini ditunggangi. Menurut Syamsir, penunggang unjuk rasa itu adalah mantan pejabat.
"Kita sudah terjebak kearah yang salah, kalau ada demo selalu yang dicari siapa sponsornya, lalu muncul spekulasi dan tuduh-menuduh dengan berbagai variasi," ujar Wiranto.Menurut Wiranto, mencari solusi itu adalah jawaban yang tepat. Sebab, kalau tidak bisa dikompromikan tinggal dijaga agar demo tetap mengacu kepada undang-undang mengenai penyampaian pendapat di muka umum. "Selanjutnya dengar aspirasi rakyat itu dan cari solusinya," tegas Wiranto.* (Rth)
Rabu, 06 Agustus 2008
Kabar Saya
Setelah ditahan selama 2 hari, aktivis Indonesia yang ditangkap bersama 1000an aktivis anti-WTO lainnya di Hong Kong, telah dibebaskan.
Mereka adalah: Henry Saragih, Mohammad Ikhwan, Achmad Ya’kub, Bagus Joko Triono, Ramadhan Sakti Siregar, Agus Arifin, Wagimin, Yuliana, Sukardi, Sarwadi, Mugi Ramanu, Somairi, Muhammad Hasan, Nandang Wirakusumah, Erni, Agustiana, Eny Musrifah, dan I Wayan Tirja Nugraha. Mereka semua dari Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI).Kemudian, Janses E Sihaloho (dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia), Mohammad Reza (Front Perjuangan Pemuda Indonesia), Tonny Firman Kurniawan (Perhimpunan Petani dan Nelayan Sejahtera Indonesia), Arcenio Perreira da Silva (Hasatil-Timor Leste), dan Yenni Rossa Damayanti (SP-Nasional).Dilaporkan juga bahwa para aktivis yang ditahan tidak diberi makan dan selimut. Keluhan serupa diutarakan aktivis asal India, Korea Selatan, dan lainnya. Mereka mengatakan para aktivis yang ditahan telah mendapatkan perlakuan buruk dari aparat Hongkong.
TEMPO Interaktif, Jakarta:Delapan mahasiswa dijadikan tersangka dalam aksi unjuk rasa di depan gedung DPR/MPR Jakarta hari Rabo kemarin (21/5).
Seperti diketahui, ribuan massa dari daerah Bandung dan Jakarta, melakukan unjuk rasa peringatan 5 tahun reformasi. Dalam aksi tersebut, sejumlah mahasiswa terlibat bentrok dengan aparat polisi. Sejumlah peserta demonstrasi juga dikabarkan menderita luka-luka akibat bentrok tersebut.
Juru bicara Polda Metro Jaya, Kombes Pol Prasetyo, mengatakan, kedelapan mahasiswa itu adalah Bimbi, Tuant, Alim Bara, Noviar bin Saleh, Mohammad Dawam, Andi Supriadi, M. Asbid, Mujahid, Agus Mulani dan Nandang Wirakusumah.
Dikatakan Prasetyo, mereka dijadikan tersangka karena melawan petugas dan demonstrasi tanpa ijin. Bimbi Misalnya, melempar bom molotov dan membakar bendera PPP di depan gedung DPR. “Mereka bisa dijerat pasal 124 KHUP melakukan perlawanan terhdap petugas secara bersama” kata Prasetyo, di Jakarta (22/5). Dengan tuduhan itu, mereka bisa diancam pidana tujuh hingga delapan tahun.
Para mahasiswa ini juga dituduh melakukan perusakan barang-barang disekitar lokasi seperti membakar pagar jalan tol, melempar fiber glass , bahkan menutup jalan tol. Mereka bisa dikenai pasal 170 KUHP tentang perusakan barang. Polda juga menyita barang bukti berupa satu unit mobil kijang, satu unit bus metro mini, dua pengeras suara, tali warna biru, satu amplifier, 16 batang bambu, lima bendera PPP dan 12 buah batu. (Dhian Nurrahmawaty Utami-TNR)
TEMPO Interaktif, Banten: Ketua DPRD Banten Dharmono K Lawi menyatakan siap diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPP) berkaitan dengan dugaan korupsi uang kompensasi rumah dinas DPRD senilai Rp 10,5 miliar. "Sebagai warga negara yang baik saya siap mendukung supremasi hukum di Banten. Kita ikuti proses hukum yang berjalan dan saya siap untuk diperiksa," kataDharmono K Lawi kepada wartawan di Serang, Jumat(23/7).Selain Dharmono, kesiapan anggota dewan diperiksa dalam kasus dugaan korupsi juga diutarakan Wakil Ketua DPRD Banten Muslim Djamaludin. Muslim mengatakan tak jadimasalah bila tim KPK datang ke Banten memeriksa 75 anggota DPRD. "Kami siap memberikan jawaban kepada penyidik dari KPK dalam mengusut dugaan korupsi di DPRD Banten," katanya.Muslim berkeyakinan anggota DPRD layak menerima uangkompensasi rumah dinas dengan alasan anggotanyabertempat tinggal tersebar di empat kabupaten dan duakotamadya di Banten. Uang kompensasi itu untukmemperlancar tugas anggota dewan agar tinggal di KotaSerang, sekaligus meningkatkan kinerja mereka. Selain itu, uang kompensasi itu sesuai dengan tata tertib (Tatib) DPRD Banten. Namun Muslim tidak mau menjelaskan pemberian uangkompensasi rumah dinas yang diterima Rp 130 juta peranggota DPRD justru semula tidak tercantum dalam APBD2003. Dalam Anggaran Belanja Tambahan (ABT) atauperubahan di akhir tahun, alokasi itu muncul dansumbernya diambil dari anggaran tidak terduga (TT)yang biasanya digunakan untuk menanggulangi bencanaalam, kemiskinan dan keadaan darurat lainnya. Dana itujuga dikeluarkan menjelang anggota dewan berakhir masatugasnya tahun 2004.Politisi dari Golkar itu juga tidak mau memperdebatkanPasal 119 Tatib DPRD Banten yang dijadikan dasar dewanuntuk memperoleh fasilitas perumahan. Dalam Tatib menyebutkan setiap anggota dewan berhak mendapatkanfasilitas rumah dinas, bukan uang kompensasi rumahdinas. Bahkan, Muslim berkilah, dana itu merupakanbentuk penghargaan kepada anggota dewan yang telahberhasil mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD),sehigga APBD Banten sekitar Rp 1,26 triliun. Baik Dharmono maupun Muslim Djamaludin beranggapandengan alasan penghargaan itu, KPK tidak bisa menjeratanggota dewan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No.110yang mengatur penghasilan anggota dewan. Sebelumnya, Komite Persiapan Pergerakan Indonesia(KPPI) Banten mendatangi KPK meminta pengusutandugaan penyelewengan fasilitas rumah dinas bagi 75anggota DPRD senilai Rp 10,5 miliar. Menurut KetuaPresidium KPPI Banten, Wira Kusumah, penyelewengan itudilakukan secara berjamaah (bersama-sama) danberlindung dengan kesepakatan dan keputusan DPRD.Dalam pertemuan dengan anggota KPK, Wira Kusumahmengakui pihaknya menyerahkan temuan yang diharapkanmenjadi bukti awal untuk penyelidikan dugaan korupsibersama-sama di DPRD Banten. Selain itu, KPPI Bantenjuga minta KPK mengirimkan tim ke Banten untukmengusut tuntas kasus ini.Permintaan tim KPK dikirim ke Banten itu berlandaskanpenilaian, Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kepolisian Daerah (Polda) Banten bersikap kurang perduli dengan kasus dugaan korupsi anggota DPRD tersebut. Terbukti, hingga saat ini tidak satu pun orang yangdiduga terlibat diperiksa atau dimintai keteranganoleh Polda maupun Kejati Banten. Bahkan Kepala KejatiBanten, Fachran Sanyoto kepada wartawan menyatakanmasih bersikap diam menghadapi kasus ini, belummembentuk tim penyelidikan. Faidil Akbar - Tempo News Room
Banten
KEMANUSIAAN DAN IDENTITAS KITA
TOLAK BEBASNYA SOEHARTO
Kemarin Soeharto Telah Banyak Peristiwa
Soeharto adalah manusia bagian dari kita, dimana kitapun sangat mungkin mencintainya dalam rangka mempertahankan keinginan tunggal dalam keselarasan dan kelangsungan kemanusiaan. Sebab “kemanusiaan”, selain mimpi buruk adalah juga teologi, cinta, harapan bahkan perkara identitas.
Dengan demikian beberapa bentuk penolakan atas proyek diampuninya Soeharto sangat mungkin menjadi bagian dari proses kembali mencintai kemanusiaan. Sangat kasihan, apabila seseorang diampuni bila pengampunan itu atas dasar sedang sakit atau sepuh, itu sama artinya dengan penghinaan. Penghinaan akan menjadi kultur, tradisi atau bisa pula menjadi bagian dari target.
Pengampunan semacam ini adalah pengampunan yang justru lalim pada prospek kemanusiaan selanjutnya, sedang kemanusiaan adalah juga keimanan. Lalai dari kemanusiaan berarti abai pada aspek spiritual kehidupan. Dan pengampunan bukan cara memberi identitas.
Peristiwa Terakhir Kemudian
Bebasnya mantan presiden tiran Soeharto dengan dikeluarkannya SK.P3 (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara) pada tanggal 11 Mei 2006 yang menandakan bahwa keadilan tidak mendapat tempat dalam menegakan hukum di Indonesia. Apalagi jika berdasarkan pasal 4 MPR No. XI/MPR/1998 pada tanggal 13 November 1998 yang menyatakan bahwa upaya pemberantasan korupsi, kolusi, nepotisme, harus tegas dilakukan terhadap siapapun baik pejabat negara, keluarga atau kroni, swasta/konglomerat, termasuk mantan Presiden sendiri dan kroni, maka sudah sangat layak apabila keadilan dan mendapat tempat kembali dibumi Indonesia. Mengingat masa 32 Tahun Soeharto berkuasa seharusnya kini merupakan masa akumulasi kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyat, jika sepanjang masa kekuasaannya itu tidak melakukan penindasan dan negara dikelola dengan benar.
Mengenang masa menakutkan, menggetirkan, menyedihkan dan sangat represif dibawah tekanan kekuasaan rejim Soeharto yang penuh kekerasan dan kepentingan ambisi kekuasaan pribadi, serta dengan melihat ketidak adilan hukum saat ini (sangat permisif dan mudah dilakukan). Untuk itu FOLKer (Forum Lintas Kerakyatan) yang merupakan wadah komunitas bagi para aktivis yang pernah melawan dan menjadi korban rejim Soeharto pada decade 70-an hingga tahun 1998 menyatakan ;
1.Menolak bebasnya mantan Presiden Soeharto dari tuntutan hukum dengan dianggap selesainya kasus tersebut berdasarkan pada fakta-fakta historis dimasa lalu yang sarat dengan kekejaman, despotism, kejahatan korupsi, dan tindak kesewenang-wenangan lainnya.
2.Dengan bebasnya Soeharto maka merupakan kegagalan reformasi penegakan hukum dan proses penyadaran hukum bagi masyarakat.
3.Tetap usut tuntas kekayaan Cendana dan kroni Orde Baru sebagai amanat agenda reformasi.
Bercermin pada masa lalu kami berharap pada tanggal 1 Juni 2006 yang merupakan Hari Lahirnya Pancasila ini, merupakan refleksi kesadaran diri kita dalam bertindak untuk TIDAK melakukan :
Keserakahan yang maha esa
Kemanusiaan yang tidak adil dan biadab
Persatuan dan Kesatuan yang direkayasa dan mudah diadu domba
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan yang salah kaprah dan merugikan orang banyak.
Keadilan Sosial bagi segelintir orang saja.
Serang. 1 Juni 2006
FOLKer 98 terdiri dari para mantan aktivis mahasiswa pada decade 80-an hingga tahun 1998 yaitu : M. Al Faris, Teguh Iman Prasetya, Ali Suro, Eka Satialaksamana, M. Yulis Martawena, Manar Mas, Heri Sanjaya, Heru, Firdaus Ghozali, Arif Sanjaya, Nandang Wirakusumah
PERNYATAAN SIKAP
GERAKAN MASYARAKAT PANDEGLANG PEDULI PETANI
(GEMPPA)
Akankah Niat Luhur Petani Cibaliung,
Harus Dibayar Dengan Penjara ?
Petani Cibaliung yang sudah hampir sepuluh tahun berjuang untuk mendapatkan kembali hak atas tanah yang diklaim oleh PT Perhutani BKPH III Cikeusik KPH Banten baru saja mengalami kekerasan yang dilakukan aparat keamanan lokal, mandor PT Perhutani BKPH III Cikeusik beserta para preman bayaran pada 11-13 November 2001, seperti penangkapan 49 petani tanpa surat penangkapan, pengrusakan tanaman organik, pembakaran lumbung padi organik, 67 rumah, 1 sekolah hijau serta 1 koperasi yang dikelola oleh para perempuan anggota organisasi Serikat Petani Perempuan Banten.
Kekerasan yang dilakukan secara sistematis dan terencana oleh aparat pemerintah lokal dan PT Perhutani yang selama kurang lebih dua puluh tahun merampas tanah petani Cibaliung yang jelas memiliki bukti kepemilikan atas tanah ini adalah untuk kedua kalinya. Pada Desember 1999, aparat PT Perhutani dan Polisi juga pernah melakukan kekerasan yang sama.
Empat puluh petani yang diangkut dan menjalani proses pemeriksaan tanpa diberikan akses sedikit pun untuk didampingi atau bahkan bertemu semenit saja dengan pengacaranya memang kini sudah dibebaskan. Namun hingga kini, 9 petani Cibaliung masih ditahan di LP Pandeglang dan tengah menjalani masa persidangan dengan dakwaan Primair : pasal 50 ayat (3) huruf e jo. pasal 78 ayat (5) UU Nomor 41 1999 tentang Kehutanan jo. pasal 55 ayat (1) ke 1 KHU Pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan Subsidair : 363 ayat 1 ke-4 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara 10 tahun dan denda lima milyar.
Perjuangan luhur petani Cibaliung guna menegakan reformasi agraria sebagaimana menjadi amanat Undang-Undang Dasar 1945 justru malah dikriminalisasi. Perjuangan mulia petani Cibaliung guna memenuhi kebutuhan pangan manusia dan mendukung program pemerintah dalam menciptakan ketahanan pangan justru dinistakan. Perjuangan petani Cibaliung guna memerangi kemiskinan sebagaimana menjadi amanat Allah SWT justru diperlakukan secara tidak adil. Saat ini, Pemerintahan Kabupaten Pandeglang sebagai pelaksana kebijakan pemerintah di era otonomi daerah bersama dengan pengusaha sektor Kehutanan yang rakus, secara sistematis mencoba terus menggusur Hak-Hak Asasi Petani Cibaliung sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Saat ini, pemerintahan Kabupaten Pandeglang dan pengusaha sektor kehutanan yang zalim mencoba menggunakan Pengadilan sebagai alat legitimiasi mengeyahkan hak-hak ekonomi, politik, sosial, dan budaya petani Cibaliung. Bukan tidak mungkin penyakit lama yang sudah membusuk, keji dan biadab ini ditularkan kepada aparat pemerintahan Kabupaten lainnya di Banten dan Indonesia guna menggusur atau meredam perjuangan rakyat/petani dalam merebut kembali haknya atas tanah dan sumber agraria lainnya.
Pak Jamali (75), salah seorang dari sembilan (9) petani Cibaliung yang sudah jompo, yang terpaksa selama hampir enam (6) bulan harus berada dalam tahanan karena perbuatan yang diyakininya adalah benar berdasarkan daya nalarnya sendiri, saat ini tengah menunggu vonis dewan hakim. Dari fakta-fakta di persidangan terbukti bahwa tujuan Pak Jamali hanyalah bagaimana dapat menghuma atau berladang untuk menanam padi, untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya disisa-sisa tenaga yang dimiliki karena usia. Tapi ternyata niat luhurnya harus ditebus dengan penjara. Sepertinya tak ada lagi penyelesaian yang lebih layak bagi seorang Pak Jamali di sisa usianya di negara ini.
Membiarkan tanah petani Cibaliung dirampas Perhutani berarti membiarkan usaha pemusnahan kehidupan ribuan petani kecil terus berlangsung di negara yang subur ini. Mengkriminalisasi perjuangan petani Cibaliung untuk memperoleh kembali hak atas tanah dan sumber agraria lainnya adalah melawan amanat Program Dewan Ketahanan Pangan Nasional yang diketuai oleh Presiden Megawati Sukarnoputri. Menunda-nunda pemeriksaan para pelaku tindak kekerasan terhadap petani Cibaliung justru malah akan menambah semangat perjuangan petani lainnya di Banten dalam merebut kembali haknya. Menuding para pejuang petani melalui media publik sebagai provokator adalah justru menunjukan kebodohan dan keawaman kepada publik.
Berdasarkan pemahaman diatas maka Kami, Gerakan Masyarakat Pandeglang Peduli Petani (GEMPPA) yang terdiri dari berbagai elemen pro rakyat yang murni menuntut pada Majelis Hakim untuk MEMBEBASKAN 9 PETANI CIBALIUNG DARI SEGALA DAKWAAN DAN TUNTUTAN.
Demikian Surat Pernyataan Sikap ini kami buat, semoga hukum masih dapat melindungi orang-orang yang terjepit dari kerakusan pengusaha dan penguasa dan semoga lembaga peradilan tidak menjadi alat penghilangan hak-hak Ekonomi, Poltitik, Sosial, dan Budaya masyarakat. Semoga Allah SWT meridhoi perjuangan kami, menegakan kedaulatan petani dan menegakan reformasi agraria guna mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 di bumi Pandeglang khususnya dan di propinsi Banten umumnya.
Tertanda,
Gerakan Masyarakat Pandeglang Peduli Petani
(GEMPPA)
Kekerasan Perhutani di Blora dan Banten
Peristiwa-peristiwa yang diuraikan di bawah ini menunjukkan bahwa perusahaan hutan milik negara, Perhutani, tetap merupakan perusahaan seperti pada masa Suharto, yang menggunakan kekerasan dan intimidasi dalam menghadapi perlawanan dari masyarakat terhadap rencana-rencana mereka. Tindakan itu merusak upaya-upaya perusahaan untuk menampilkan diri kepada pembeli asing sebagai produser yang maju secara sosial dan lingkungan.
Sebelumnya Perhutani telah menghadapi kesulitan untuk mendapatkan sertifikat yang dikeluarkan oleh organisasi eko-labelling, The Forest Stewardship Council (FSC). Pada bulan Agustus 2001, Smartwood, pemberi sertifikat yang dikeluarkan FSC, menunda pemberian sertifikat kayu dari empat perkebunan Perhutani di Jawa (Untuk latar belakang, lihat DTE 51). Tahun ini, LSM kehutanan Indonesia, LATIN, menarik diri dari hubungan mereka dengan Smartwood berkaitan dengan persoalan sertifikasi terhadap unit-unit Perhutani. Oleh karena itu, kekerasan dan perusakan di Blora dan Banten sama sekali tidak memberikan sumbangan bagi perbaikan citra Perhutani.
Penyiksaan sampai mati di Blora
Seorang pria berusia 40 tahun tewas setelah disiksa oleh petugas Perhutani. Menurut laporan media setempat yang disebarkan oleh LSM ARuPA, Wiji, yang berasal dari desa Jomblang, (Kecamatan Jepon, Jawa Tengah) ditangkap pada bulan Oktober oleh staf Perhutani saat dalam perjalanan pulang setelah membeli kayu dari Payaman, sebuah desa yang terletak di tanah hutan di kecamatan Jiken. Setelah disiksa oleh petugas Perhutani KPH Cepu selama tiga jam, Wiji akhirnya jatuh koma dan mengeluarkan darah dari kupingnya. Ia kemudian dibawa ke rumah sakit dan meninggal beberapa hari kemudian. Keluarganya menuntut kompensasi untuk biaya perawatan dan rumah sakit serta kerugian lainnya, dan menuntut pula agar orang yang bertanggungjawab dipecat.
Sebagai tanggapan, Perkumpulan Kepala Desa Kabupaten Blora mengeluarkan daftar tuntutan, termasuk penyelesaian segera kekerasan dan penyiksaan terhadap penduduk Blora; hukuman kepada orang yang bertanggungjawab; perubahan manajemen hutan di Blora dengan tujuan memberikan keuntungan bagi penduduk desa yang tergantung pada hutan, dan pembentukan kelompok kerja untuk memonitor tindakan-tindakan yang dilakukan Perhutani dalam menangani konflik perhutanan. (Sumber: Radar Bojonegoro 14/Oct/02; ARuPA 20/Oct/02 dan lainnya)
Banten: petani masih terus jadi korban
Staf Perhutani telah melakukan penangkapan dan pembakaran rumah-rumah di desa Cibaliung, Banten, dalam upaya mereka mengusir para petani dari lahan yang diklaim perusahaan
Dalam serangkaian peristiwa pada bulan September dan Oktober 2002, orang-orang Perhutani membakar dan merusak sedikitnya 56 rumah, merusak tanaman dan membakar ruang pertemuan desa yang digunakan oleh petani. Orang-orang tersebut juga melontarkan ancaman kepada petani dan keluarga mereka yang menolak untuk menghentikan menanam di atas lahan tersebut.
Pada akhir bulan Oktober, dua petani Cibaliung ditangkap. Salah seorang di antara mereka, Roji (45), ditangkap oleh staf Perhutani dan Polisi, yang menembakkan ke udara saat para petani mencoba mencari tahu kenapa ia ditangkap. Tahanan kedua, Durahman (85), juga ditangkap polisi. Sebelumnya Roji diberitahu oleh para staf Perhutani supaya ia menanam pohon jati di atas lahan yang ingin dijadikannya sebagai lahan pertanian.
Pembakaran, penangkapan dan ancaman-ancaman adalah kelanjutan dari aksi kekerasan dan intimidasi oleh Perhutani terhadap para petani Cibaliung. Akhir November lalu, 47 petani dikepung dalam serangan subuh di desa mereka. Beberapa diantara mereka diborgol dan dipukuli selama penyerangan tersebut, yang melibatkan anggota Brimob dan militer bersenjata. Saat di tahanan, rumah dan harta benda mereka dibakar. Para petani ditangkap karena sebelumnya mereka telah menduduki kembali lahan mereka, yang telah diambil alih oleh Perhutani pada tahun 1980. (Untuk keterangan lebih lanjut, lihat DTE 52)
Dari kesembilan petani, kecuali satu orang, adalah anggota Serikat Petani Banten. Mereka semua masih dalam tahanan. Mereka dituduh atas dasar pencurian kayu dan perusakan hutan di bawah Undang-Undang Kehutanan 1999 dan pada bulan Mei tahun ini, mereka dihukum antara satu tahun dan satu tahun sepuluh bulan. Anggota serikat lainnya, Dasa (54), ditangkap pada bulan Juni 2002.
Konflik tanah di Banten adalah satu dari dua kasus yang diselidiki pada bulan April tahun ini oleh tim pencari fakta internasional dari kelompok HAM dan gerakan petani dari 6 negara (Jerman, Jepang, Filipina, Malaysia, Thailand dan Timor-Timur) dan anggota-anggota organisasi petani lainnya dari berbagai propinsi di Indonesia. Misi ini dilakukan sebagai bagian dari Kampanye Global untuk Reforma Agraria, yang diluncurkan oleh FIAN International dan La Via Campesina.
Pada bulan Februari, dua organisasi mengeluarkan seruan kepada para warganegara yang peduli untuk menulis surat kepada Presiden Megawati, mendesaknya untuk menyelidiki persoalan tersebut dan menjamin bahwa tanah dikembalikan kepada petani penggarap.
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi: fian@fian.org, http://www.fian.org atau viacam@gbm.hn
Kekerasan Perhutani di Blora dan Banten
Peristiwa-peristiwa yang diuraikan di bawah ini menunjukkan bahwa perusahaan hutan milik negara, Perhutani, tetap merupakan perusahaan seperti pada masa Suharto, yang menggunakan kekerasan dan intimidasi dalam menghadapi perlawanan dari masyarakat terhadap rencana-rencana mereka. Tindakan itu merusak upaya-upaya perusahaan untuk menampilkan diri kepada pembeli asing sebagai produser yang maju secara sosial dan lingkungan.
Sebelumnya Perhutani telah menghadapi kesulitan untuk mendapatkan sertifikat yang dikeluarkan oleh organisasi eko-labelling, The Forest Stewardship Council (FSC). Pada bulan Agustus 2001, Smartwood, pemberi sertifikat yang dikeluarkan FSC, menunda pemberian sertifikat kayu dari empat perkebunan Perhutani di Jawa (Untuk latar belakang, lihat DTE 51). Tahun ini, LSM kehutanan Indonesia, LATIN, menarik diri dari hubungan mereka dengan Smartwood berkaitan dengan persoalan sertifikasi terhadap unit-unit Perhutani. Oleh karena itu, kekerasan dan perusakan di Blora dan Banten sama sekali tidak memberikan sumbangan bagi perbaikan citra Perhutani.
Penyiksaan sampai mati di Blora
Seorang pria berusia 40 tahun tewas setelah disiksa oleh petugas Perhutani. Menurut laporan media setempat yang disebarkan oleh LSM ARuPA, Wiji, yang berasal dari desa Jomblang, (Kecamatan Jepon, Jawa Tengah) ditangkap pada bulan Oktober oleh staf Perhutani saat dalam perjalanan pulang setelah membeli kayu dari Payaman, sebuah desa yang terletak di tanah hutan di kecamatan Jiken. Setelah disiksa oleh petugas Perhutani KPH Cepu selama tiga jam, Wiji akhirnya jatuh koma dan mengeluarkan darah dari kupingnya. Ia kemudian dibawa ke rumah sakit dan meninggal beberapa hari kemudian. Keluarganya menuntut kompensasi untuk biaya perawatan dan rumah sakit serta kerugian lainnya, dan menuntut pula agar orang yang bertanggungjawab dipecat.
Sebagai tanggapan, Perkumpulan Kepala Desa Kabupaten Blora mengeluarkan daftar tuntutan, termasuk penyelesaian segera kekerasan dan penyiksaan terhadap penduduk Blora; hukuman kepada orang yang bertanggungjawab; perubahan manajemen hutan di Blora dengan tujuan memberikan keuntungan bagi penduduk desa yang tergantung pada hutan, dan pembentukan kelompok kerja untuk memonitor tindakan-tindakan yang dilakukan Perhutani dalam menangani konflik perhutanan. (Sumber: Radar Bojonegoro 14/Oct/02; ARuPA 20/Oct/02 dan lainnya)
Banten: petani masih terus jadi korban
Staf Perhutani telah melakukan penangkapan dan pembakaran rumah-rumah di desa Cibaliung, Banten, dalam upaya mereka mengusir para petani dari lahan yang diklaim perusahaan
Dalam serangkaian peristiwa pada bulan September dan Oktober 2002, orang-orang Perhutani membakar dan merusak sedikitnya 56 rumah, merusak tanaman dan membakar ruang pertemuan desa yang digunakan oleh petani. Orang-orang tersebut juga melontarkan ancaman kepada petani dan keluarga mereka yang menolak untuk menghentikan menanam di atas lahan tersebut.
Pada akhir bulan Oktober, dua petani Cibaliung ditangkap. Salah seorang di antara mereka, Roji (45), ditangkap oleh staf Perhutani dan Polisi, yang menembakkan ke udara saat para petani mencoba mencari tahu kenapa ia ditangkap. Tahanan kedua, Durahman (85), juga ditangkap polisi. Sebelumnya Roji diberitahu oleh para staf Perhutani supaya ia menanam pohon jati di atas lahan yang ingin dijadikannya sebagai lahan pertanian.
Pembakaran, penangkapan dan ancaman-ancaman adalah kelanjutan dari aksi kekerasan dan intimidasi oleh Perhutani terhadap para petani Cibaliung. Akhir November lalu, 47 petani dikepung dalam serangan subuh di desa mereka. Beberapa diantara mereka diborgol dan dipukuli selama penyerangan tersebut, yang melibatkan anggota Brimob dan militer bersenjata. Saat di tahanan, rumah dan harta benda mereka dibakar. Para petani ditangkap karena sebelumnya mereka telah menduduki kembali lahan mereka, yang telah diambil alih oleh Perhutani pada tahun 1980. (Untuk keterangan lebih lanjut, lihat DTE 52)
Dari kesembilan petani, kecuali satu orang, adalah anggota Serikat Petani Banten. Mereka semua masih dalam tahanan. Mereka dituduh atas dasar pencurian kayu dan perusakan hutan di bawah Undang-Undang Kehutanan 1999 dan pada bulan Mei tahun ini, mereka dihukum antara satu tahun dan satu tahun sepuluh bulan. Anggota serikat lainnya, Dasa (54), ditangkap pada bulan Juni 2002.
Konflik tanah di Banten adalah satu dari dua kasus yang diselidiki pada bulan April tahun ini oleh tim pencari fakta internasional dari kelompok HAM dan gerakan petani dari 6 negara (Jerman, Jepang, Filipina, Malaysia, Thailand dan Timor-Timur) dan anggota-anggota organisasi petani lainnya dari berbagai propinsi di Indonesia. Misi ini dilakukan sebagai bagian dari Kampanye Global untuk Reforma Agraria, yang diluncurkan oleh FIAN International dan La Via Campesina.
Pada bulan Februari, dua organisasi mengeluarkan seruan kepada para warganegara yang peduli untuk menulis surat kepada Presiden Megawati, mendesaknya untuk menyelidiki persoalan tersebut dan menjamin bahwa tanah dikembalikan kepada petani penggarap.
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi: fian@fian.org, http://www.fian.org atau viacam@gbm.hn
BIOGRAFI
Kp. Sawah-Desa Sukajadi, Kec. Cibaliung, Kab. Pandeglang-Banten
Email : nandang.wira@gmail.com
No. Hp : 081314416168
Personal Data
Tempat, Tgl Lahir : Pandeglang, 5 Juli 1973
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Menikah
Pendidikan Terakhir : S1 (Sarjana Hukum)
Riwayat Organisasi :
1. Sekjend Serikat Petani Banten 1999 – 2008
2. Ketua Presidium KPPI Banten 2003 – Sekarang
3. Lembaga Pembela Hak Sipil & Politik (LaPasip) 1996-1999
4. Komite Independen Pemantau Pemilu KIPP Jakarta 1997
5. PIP – HAM Pusat Informasi Pendidikan HAM Jakarta 1995-1997
6. Pijar Indonesia (Pusat Informasi Jaringan Aksi Advokasi) Jakarta 1995
7. PUSPIP HAM Jakarta 1994-1995
8. Ketua REPDEM Banten (Relawan Perjuangan Demokrasi) 2007
9. Anggota PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum Hak Azasi Manusia Jakarta
10. Kordinator Jaringan Akar Rumput (JARUM) Banten 2005
11. Wakil Sekjend Dewan Pimpinan Nasional Front Pemuda 98 Tahun 2008
12. BHN (Barisan Hati Nurani) Koordinator Banten
13. Pro Demokrasi (Prodem) Senator Banten
14. Ketua Gema Hanura Provinsi Banten 2008
15. Partai Hanura Wk Ketua Provinsi Banten
16. Anggota dewan pendiri Gema Hanura (DPN ) Dewan pimpinan nasional
Riwayat Aktivitas :
Aktif Dalam Pembelaan Hak Azasi Petani Banten
Aktif Digerakan Mahasiswa 1994-1999
Aktif Dalam Pemantau Kasus Korupsi Pemerintah Banten
Aktif dalam berbagai diskusi
Melakukan Pendampingan Petani
Aktif Dalam Partai Hanura (Wk. Ketua DPD Banten)
Motto
" Bagi Lilin yang Menjadi Pelita, Walau Harus Melelehkan Diri"
Membuka Diri, Membuka Hati Bagi Sesama
Kp. Sawah, Desa Sukajadi Kec. Cibaliung 15 Juli 1973, Seorang Ibu bernama Hj. Habsah (Alm) yang juga seorang Bidan Desa di Cibaliung, melahirkan bayi atas perkawinannya dengan seorang lelaki Madali (Alm). Oleh kedua pasangan itu, bayi laki-lakinya diberi nama Nandang Wirakusumah, diiringi do'a dan isak-tangis harapan keduanya.
Selepas dari Taman Kanak-Kanak, bocah Wirakusumah (wira) kemudian melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Sukajadi 2 selama 6 tahun (1980-1986), dilanjut hingga SMPN 1 Cibaliung (1986-1989) dan SMAN Labuan di Cibaliung (1989-1992), pada 1994 melanjutkan pendidikan ke Universitas Nasional Jakarta.
Memasuki dunia pendidikan Perguruan Tinggi, mulailah beraktifitas ke-Mahasiswaan, dengan mendirikan Kelompok Teater "Ghanta". Sebagai Mahasiswa yang membutuhkan media kritisisme, mulailah bergabung pada kelompok diskusi dan aksi "PUSPIPAM" yang bermarkas di Jl. Sawo Manila, Jakarta Selatan, yang lokasinya tidak jauh dari kampus. Pada medio kekuasaan rezim Orde Baru, atas dorongan realitas sosial yang ada, melangkahkan aktifitas politiknya dengan mengikuti beberapa demonstrasi-demonstrasi menentang belenggu penindasan Orde Baru. Selain melalui demonstrasi-demonstrasi, media jurnalistik-pun jadi sarana luapan kritisisme, dalam bulletin "Opiniku". Perjuangan era Orde Baru yang sangat otoriter-anti demokrasi, mengharuskan untuk perluasan pergerakan, maka dipilihlah organisasi sosial bernama Pusat Informasi dan Jaringan Aksi untuk Reformasi (PIJAR) sebagai wadah pergerakan. Selepas dari PIJAR, bergabung pula bersama Pusat Informasi dan Pendidikan Hak Azasi Manusia (PIPHAM).
Pada Aksi peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1997 di Tugu Proklamasi, mengalami penangkapan yang disertai kekerasan oleh aparat. Akhirnya, bersama beberapa kawan ditangkap atas tuduhan "Mengganggu Ketertiban Umum" sebuah pasal "karet" era Orde Baru untuk memberangus Gerakan Mahasiswa yang kritis. 10 Maret 1998, bergabung pada sebuah Acara Indonesia People Summit di Ancol, yang digelar untuk menandingi Sidang Umum MPR-RI yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat, sempat mengalami penangkapan dan Pemenjaraan bersama 10 orang kawan, termasuk Ratna Sarumpaet (Budayawan), yang lainnya berprofesi sebagai pengacara dan wartawan. Dari peristiwa Indonesia People Summit di Ancol tersebut, menjalani resiko pemenjaraan selama 3 bulan di LP Salemba hingga Presiden Soeharto lengser.
Selepas Reformasi pada Mei 1998, yang berujung pada lengsernya Presiden Soeharto sekaligus kegagalan Gerakan Mahasiswa 1998 untuk melakukan perubahan mendasar (yang tidak hanya perubahan politik kekuasaan). Maka, memilih melakukan pengorganisiran gerakan petani di Cibaliung (kampung kelahiran), dimana ratusan Kepala Keluarha petani diusir dari tanahnya sendiri oleh Perhutani BKPH III Cikeusik-Pandeglang. Konflik Agraria tersebut diwarnai beberapa kali tindakan kekerasan oleh Aparat keamanan, petugas Perhutani dan Preman bayaran. Tahun 2000, 49 orang petani ditangkap (40 orang dikeluarkan, 9 orang divonis 1 s/d 1,5 tahun penjara); rumah-rumah petani dibakar dan tanamannya dirusak. Hingga beberapa kali membantu perjuangan petani dalam merebut kembali hak-nya atas tanah, melalui wadah perjuangan "Serikat Petani Banten" (SPB).
Medio 2002, membuka Rumah Singgah untuk para pengamen Jalanan/ anak-anak Jalanan Kota Serang.
Mei 2003, dalam sebuah aksi besar di depan DPR/MPR tertangkap kembali dan dijebloskan ke penjara Polda Metro Jaya selama 3 minggu dan dikenakan wajib lapor.
Tahun 2004, untuk menjegal masuknya politisi busuk ke dalam parlemen rakyat, bersama-sama kawan perjuangan yang lain (Faisal Basri, Franky Sahilatua, Indira Damayanti, Harry Roesli (Alm), dll) mendeklarasikan Komite Persiapan Pergerakan Indonesia (KPPI) Banten. Dalam perjalanannya, KPPI aktif menggulirkan pengusutan kasus Korupsi Dana Perumahan Anggota DPRD Propinsi Banten, hingga berhasil diseret-dipenjarakannya belasan Anggota DPRD yang terlibat kasus korupsi tersebut.
Pada Tahun 2005, WTO (World Trade Organization) mengadakan pertemuan di Hongkong, seperti khalayak ketahui bahwa WTO merupakan salah satu aktor yang menjerumuskan bangsa Indonesia ke jurang ketergantungan serta liberalisasi perdagangan, dimana pada akhirnya kelompok ekonomi rakyat bangsa ini tergusur oleh pemodal internasional. Sebagai perjuangan menolak kekerasan modal (capital violence) oleh WTO, digelarlah aksi penolakan WTO di Hongkong yang berbuntut dengan penangkapan beberapa aktifis. Dialami pula pemenjaraan selama 1 minggu di Penjara Kepolisian Hongkong.
Untuk meningkatkan prestasi olah raga Sepak Bola di kalangan kaum muda, maka dilakukanlah pengorganisiran pemuda-pemudi Serang untuk bergabung dalam Club Supporter Sepak Bola Perserang yang diberi nama "BALA SINGANDARU" (BALSING). Untuk terus mendukung gerakan Mahasiswa, dipercaya menjadi Dewan Pembina Front Aksi Mahasiswa-Banten (FAM-Banten), juga mendirikan "Yayasan Jaringan Akar Rumput" (Yayasan JARUM). Hingga saat ini, dipercaya sebagai Wakil Sekjen Front Pemuda '98, sebuah wadah komunikasi-perjuangan Mahasiswa/Pemuda 1998, yang hingga kini terus melangsungkan aksi-aksi penolakkan pencabutan subsidi BBM oleh REZIM SBY-JK.
Untuk melangsungkan perjuangan demokrasi-kerakyatan yang dicita-citakan, maka kini berniat untuk menjadi kandidat Calon Legislatif DPRD. Propinsi Banten 2009-2014 dari Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA), dengan Daerah Pemilihan Kabupaten Pandeglang.
Sejarah terus berlanjut…Pantang untuk mundur !
MENOLAK TUNDUK
MENUNTUT TANGGUNG-JAWAB
JALAN POLITIK
Pemuda adalah tenaga inti perubahan
Sikapnya mewarisi kebijaksanaan orang tua dan ketulusan bayi yang baru lahir
Oleh: NANDANG WIRA KUSUMAH*
A. Pemuda Sebagai Tenaga Inti Perubahan
Dalam referensi sejarah perjuangan nasional kita, idiom "Pemuda" menjadi hal yang menakutkan bagi kaum kolonialis, sebaliknya menjadi primadona bagi massa-rakyat nusantara yang saat itu ingin melepaskan diri dari belenggu imperialis-kolonial Belanda.
Masih ada dalam ingatan sejarah masyarakat kita, tentang bagaimana gelora pemuda saat merobek warna biru dari bendera Belanda (Merah-Putih-Biru) di atap Hotel Yamatto-Surabaya, "arek-arek suroboyo" dapat mendobrak pasukan bersenjata lengkap Belanda, hanya menggunakan bambu runcing, tentu saja senjata ampuhnya adalah Semangat Perjuangan-Perlawanan atas Penindasan yang berlapis-lapis oleh Belanda. Atau tentang kronik Revolusi kemerdekaan 17 Agustus 1945 ? tanpa peran pemuda yang "ngotot" pada founding father (Soekarno) untuk segera mem-proklamsikan kemerdekaan nasional Bangsa Indonesia.
Terbukti sudah, bahwa pemuda adalah tenaga inti perubahan bangsa.
B. Berpolitik-Pergerakan
Citra negatif tentang "politik" dalam pengertian "politik-kekuasaan" memang tidak harus kita hindari, begitulah realitasnya. Apa yang diungkapkan oleh group musik SLANK dalam lagu "Gosip Jalanan" yang sempat ramai jadi perbincangan dalam beberapa bulan yang lalu, memang tidaklah salah. Kita hampir setiap saat disuguhi oleh media massa tentang anggota DPR/DPRD yang terkait korupsi, Menteri, Bupati, Gubernur, Presiden, bahkan hingga Kepala Desa, banyak menjadi gunjingan masyarakat luas.
Hal tersebut, tentang citra buruk "politik", sesungguhnya berawal dari paradigma dan orientasi politik dari kelompok-politiknya hingga menjadi karakter individu/personality-politiknya. Politik-Pergerakan adalah pengertian yang berbeda secara mendasar dengan Politik-Kekuasaan. Politik Pergerakan adalah sebuah tahapan perjuangan/pergerakan yang menjadi kelanjutan tak terputus dari perjuangan massa-rakyat atas hak ekonomi-politiknya yang terus-menerus dipinggirkan, untuk menghancur-leburkan rantai pemiskinan-pembodohan. Pembeda utama disini adalah basis materialnya; Politik Pergerakan berbasis program perjuangan massa-rakyat…
C. Mengapa Memilih Perjuangan Parlementarian ?
Perjuangan rakyat dalam melangsungkan cita-cita sucinya untuk menegakkan demokrasi-kerakyatan, agar kebutuhan dasar hidup masyarakat kita terpenuhi, pada tahap awal harus bin(ti) wajib melalui jalan perjuangan Ekstra-Parlementarian berbasis massa-rakyat. Dalam hal ini perjuangan parlementarian adalah kelanjutan dari perjuangan ekstra-parlementer yang dimaksud tersebut.
Kebebasan politik, pasca gelombang reformasi Mei 1998 adalah proyek besar dari kepentingan pemodal internasional untuk memuluskan liberalisasi ekonomi dalam memenuhi kepentingannya mengeruk isi perut bumi pertiwi ini. Maka, tidak aneh jika karakter elit-politik kita berbuah "pragmatis" dengan tetap mem-budayakan tindakan korupnya. Hal tersebut terjadi karena cara pandang politiknya berbasis pada nafsu birahi kekuasaan semata. Maka, harus ada sosok muda dengan cara pandang politik yang berbasis "pergerakan-rakyat" sebagai anti-tesa nya.
Perjuangan parlementarian, oleh kaum politik-pergerakan adalah sebagai media pertarungan politik meloloskan agenda-agenda kerakyatan (pendidikan murah; upah layak utk buruh; tanah utk petani; jaminan lapangan kerja; harga sembako murah dan penghapusan utang luar negeri utk memutus ketergantungan pada bangsa asing), selain itu, Perjuangan parlementarian juga menjadi siasat untuk menghantam agenda-agenda yang anti-demokrasi kerakyatan (penggusuran; perampasan tanah petani; PHK Buruh; penghapusan subsidi, dll). Hal tersebut yang mendasari untuk melanjutkan langkah perjuangan pada wilayah Parlemen, bukan yang lainnya, semoga Allah SWT meridhoi…Amin.
*Penulis adalah Calon Kandidat Legislatif DPRD Prop. Banten 2009-2014, Daerah Pemilihan Kabupaten Pandeglang